LAZ RYDHA – Rumah Yatim Dhuafa Rydha

Begadang Bikin Otak Lemot? Inilah Fakta yang Perlu Diwaspadai

Begadang Bikin Otak Lemot? Inilah Fakta yang Perlu Diwaspadai

Di era digital ini, banyak orang yang begadang, Padahal Begadang Bikin Otak Lemot. 5 fakta yang harus diwaspadai sebagai efek akibat yang ditimbulkan dari.

Bagi mereka yang telah membiasakan diri dengan begadang, seringkali meremehkannya, padahal terdapat banyak dampak negatif yang dapat timbul dari kebiasaan ini.

Salah satu dampak umum dari begadang adalah peningkatan risiko gangguan metabolisme yang dapat berdampak negatif pada kesehatan tubuh.

Namun, apakah kamu tahu bahwa kebiasaan begadang juga dapat memberikan dampak yang merugikan bagi kesehatan otak?

Berikut 5 fakta Begadang bikin otak lemot  yang perlu diwaspadai mengenai efek begadang terhadap kesehatan otak:

1. Gagal Fokus

Tanpa disadari, kebiasaan sering begadang dapat menyebabkan gangguan pada tingkat konsentrasi. Otak yang mengalami kelelahan cenderung kesulitan mempertahankan fokus, sehingga kinerja dalam pekerjaan atau tugas yang membutuhkan perhatian ekstra dapat terpengaruh.

2. Gangguan pada kemampuan Kognitif

Disarankan untuk mendapatkan tidur yang cukup, karena hal ini memiliki peran penting dalam proses konsolidasi memori dan pembelajaran. Kekurangan waktu tidur dapat menghambat kemampuan kognitif, menyulitkan otak untuk menyimpan informasi dengan efektif.

Begadang Bikin Otak Lemot

3. Meningkatkan Potensi Risiko Penyakit Neurodegeneratif

Dianjurkan untuk mendapatkan cukup waktu tidur, sebab kekurangan tidur dapat meningkatkan potensi risiko penyakit neurodegeneratif seperti Alzheimer. Tidur yang tidak memadai dapat menjadi faktor risiko yang memengaruhi kesehatan otak dan meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit neurodegeneratif.

Ketika otak tidak mendapatkan istirahat yang cukup, kemungkinan kerusakan pada sel dan jaringan otak meningkat secara signifikan.

4. Menurunkan kapasitas Daya Ingat

Jika kebiasaan Begadang terus-menerus terjadi, hal itu dapat menyebabkan penurunan kemampuan daya ingat. Otak yang tidak mendapatkan istirahat yang cukup cenderung kesulitan mempertahankan dan mengingat informasi dengan efektif.
Faktor kelelahan yang disebabkan oleh kebiasaan begadang dapat merugikan kemampuan daya ingat, baik dalam jangka pendek maupun panjang. Gangguan pada proses konsolidasi memori membuat informasi sulit diakses dan diingat dengan efektif.

5. Mengurangi Kekuatan Sistem Kekebalan Tubuh

Tidak mendapatkan cukup waktu tidur, terutama akibat kebiasaan begadang, dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh. Hal ini membuat tubuh lebih rentan terhadap penyakit dan infeksi karena kurangnya istirahat yang diperlukan untuk mendukung fungsi optimal sistem kekebalan.

Agar dapat menghindari kebiasaan begadang, berikut beberapa tips yang bisa diterapkan:

  1. Tetapkan jadwal tidur yang konsisten dan patuhi dengan disiplin.
  2. Buatlah rutinitas sebelum tidur yang menenangkan untuk membantu tubuh bersiap untuk istirahat.
  3. Hindari konsumsi kafein dan alkohol sebelum tidur, karena kedua zat tersebut dapat mengganggu kualitas tidur.
  4. Pastikan kamar tidur Anda memiliki kondisi yang optimal, yaitu gelap, sejuk, dan tenang, untuk menciptakan lingkungan tidur yang nyaman.
  5. Lakukan olahraga secara teratur, karena aktivitas fisik dapat membantu meningkatkan kualitas tidur dan membantu mengatur ritme tidur.

 

Membedah Kesalahan-kesalahan di Bulan Ramadhan

Membedah Kesalahan-kesalahan di Bulan Ramadhan

Berikut kita akan membedah kesalahan-kesalahan di bulan Ramadhan yang tersebar luas di tengah-tengah kaum muslimin. Semoga dengan mengetahui hal ini, kita dapat membetulkan kekeliruan yang selama ini terjadi.

1. Mengkhususkan Ziarah Kubur Menjelang Ramadhan

Tidaklah tepat ada yang meyakini bahwa menjelang bulan Ramadhan adalah waktu utama untuk menziarahi kubur orang tua atau kerabat (yang dikenal dengan “nyadran”). Kita boleh setiap saat melakukan ziarah kubur agar hati kita semakin lembut karena mengingat kematian. Namun masalahnya adalah jika seseorang mengkhususkan ziarah kubur pada waktu tertentu dan meyakini bahwa menjelang Ramadhan adalah waktu utama untuk nyadran atau nyekar. Ini sungguh suatu kekeliruan karena tidak ada dasar dari ajaran Islam yang menuntunkan hal ini.

2. Padusan, Mandi Besar, atau Keramasan Menyambut Ramadhan

Tidaklah tepat amalan sebagian orang yang menyambut bulan Ramadhan dengan mandi besar atau keramasan terlebih dahulu. Amalan seperti ini juga tidak ada tuntunannya sama sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lebih parahnya lagi mandi semacam ini (yang dikenal dengan “padusan”) ada juga yang melakukannya campur baur laki-laki dan perempuan dalam satu tempat pemandian. Ini sungguh merupakan kesalahan yang besar karena tidak mengindahkan aturan Islam. Bagaimana mungkin Ramadhan disambut dengan perbuatan yang bisa mendatangkan murka Allah?!

3. Mendahului Ramadhan dengan Berpuasa Satu atau Dua Hari Sebelumnya

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدٌ الشَّهْرَ بِيَوْمٍ وَلاَ يَوْمَيْنِ إِلاَّ أَحَدٌ كَانَ يَصُومُ صِيَامًا قَبْلَهُ فَلْيَصُمْهُ

Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan berpuasa satu atau dua hari sebelumnya, kecuali bagi seseorang yang terbiasa mengerjakan puasa pada hari tersebut maka puasalah.” (HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih wa Dho’if Sunan Nasa’i)

Pada hari tersebut juga dilarang untuk berpuasa karena hari tersebut adalah hari yang meragukan. Dan Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَامَ الْيَوْمَ الَّذِي يُشَكُّ فِيهِ فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Barangsiapa berpuasa pada hari yang diragukan maka dia telah mendurhakai Abul Qasim (yaitu Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, pen).” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dikatakan shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih wa Dho’if Sunan Tirmidzi)

4. Puasa, tetapi banyak tidur yang tidak perlu

Sebagian orang termotivasi dengan hadits berikut untuk banyak tidur di bulan Ramadhan,

نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ ، وَصُمْتُهُ تَسْبِيْحٌ ، وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ ، وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ

“Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah. Diamnya adalah tasbih. Doanya adalah doa yang mustajab. Pahala amalannya pun akan dilipatgandakan..”

Perowi hadits di atas  adalah ‘Abdullah bin Aufi. Hadits ini dibawakan oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman 3/1437. Dalam hadits ini terdapat Ma’ruf bin Hasan dan dia adalah perowi yang dho’if (lemah). Juga dalam hadits ini terdapat Sulaiman bin ‘Amr yang lebih dho’if dari Ma’ruf bin Hasan.

Perlu diketahui bahwa hadits ini adalah hadits yang dho’if. Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Adh Dho’ifah no. 4696 mengatakan bahwa hadits ini adalah hadits yang dho’if (lemah).

Para ulama biasa menjelaskan suatu kaedah bahwa setiap amalan yang statusnya mubah (seperti makan, tidur dan berhubungan badan) bisa mendapatkan pahala dan bernilai ibadah apabila diniatkan untuk melakukan ibadah. Ibnu Rajab menerangkan, “Jika makan dan minum diniatkan untuk menguatkan badan agar kuat ketika melaksanakan shalat dan berpuasa, maka seperti inilah yang akan bernilai pahala. Sebagaimana pula apabila seseorang berniat dengan tidurnya di malam dan siang harinya agar kuat dalam beramal, maka tidur seperti ini bernilai ibadah.” Lihat Latho-if Al Ma’arif, 279-280.

Intinya, semuanya adalah tergantung niat. Jika niat tidurnya hanya malas-malasan sehingga tidurnya bisa seharian dari pagi hingga sore, maka tidur seperti ini adalah tidur yang sia-sia. Namun jika tidurnya adalah tidur dengan niat agar kuat dalam melakukan shalat malam dan kuat melakukan amalan lainnya, tidur seperti inilah yang bernilai ibadah.

5. Puasa, tetapi tidak shalat lima waktu

Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin –rahimahullah– pernah ditanya, “Apa hukum orang yang berpuasa namun meninggalkan shalat?” Beliau rahimahullah menjawab, “Puasa yang dilakukan oleh orang yang meninggalkan shalat tidaklah diterima karena orang yang meninggalkan shalat berarti kafir dan murtad. Dalil bahwa meninggalkan shalat termasuk bentuk kekafiran adalah firman Allah Ta’ala,

فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآَتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَنُفَصِّلُ الْآَيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.” (QS. At Taubah: 11)

Alasan lain adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ

Pembatas antara seorang muslim dengan kesyirikan dan kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim, no. 82)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

الْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ

Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah mengenai shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” (HR. An Nasa’i no. 463, Tirmidzi no. 2621, Ibnu Majah no. 1079 dan Ahmad 5/346. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Pendapat yang mengatakan bahwa meninggalkan shalat merupakan suatu kekafiran adalah pendapat mayoritas sahabat Nabi bahkan dapat dikatakan pendapat tersebut termasuk ijma’ (kesepakatan) para sahabat.

‘Abdullah bin Syaqiq –rahimahullah– (seorang tabi’in yang sudah masyhur) mengatakan, “Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah menganggap suatu amalan yang apabila seseorang meninggalkannya akan menyebabkan dia kafir selain perkara shalat.” Perkataan ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi (no. 2622) dari ‘Abdullah bin Syaqiq Al ‘Aqliy, seorang tabi’in. Hakim mengatakan bahwa hadits ini bersambung dengan menyebut Abu Hurairah di dalamnya. Sanad (periwayat) hadits ini adalah shohih. Lihat Ats Tsamar Al Mustathob fi Fiqhis Sunnah wal Kitab, hal. 52.

Oleh karena itu, apabila seseorang berpuasa namun dia meninggalkan shalat, puasa yang dia lakukan tidaklah sah (tidak diterima). Amalan puasa yang dia lakukan tidaklah bermanfaat pada hari kiamat nanti.

Kami katakan, “Shalatlah kemudian tunaikanlah puasa”. Adapun jika engkau puasa namun tidak shalat, amalan puasamu akan tertolak karena orang kafir (sebab meninggalkan shalat) tidak diterima ibadah darinya. Lihat Majmu’ Fatawa wa Rosa-il Ibnu ‘Utsaimin, 17:62.

Sumber : rumaysho

7 Hal yang harus dipersiapkan menyambut bulan Ramadhan

7 Hal yang harus dipersiapkan menyambut bulan Ramadhan

Setiap tahun menjelang memasuki bulan suci Ramadhan, kita sering kali lupa akan persiapan yang harus dilakukan menytambut bulan suci Ramadha. dan amalan sunnah yang patut diketahui sebelum memasuki bulan penuh berkah tersebut. Berikui ini adalah 7 Hal yang harus dipersiapkan menyambut bulan Ramadhan, yang harus kamu ketahui.

1. Membayar hutang puasa tahun lalu

Salah satu persiapan yang penting adalah menuntaskan hutang puasa tahun sebelumnya. Sebagaimana disampaikan dalam hadis dari Ibnu Umar

عن ابن عمر ان النبي ص قال قضاء رمضان ان شاء فرق و ان شاء تابع

Dari ibnu Umar (dilaporkan ) bahwa Nabi SAW bersabda : Mengganti puasa Ramadhan itu boleh di pisah-pisah dan bila hendak disambung juga boleh (HR Ad-Daruqutni)

2.  Menanamkan Kerinduan terhadap bulan Ramadhan

Menanmkan kerinduan terhadap bulan Ramadhan dapat dilakukan melalui bacaan doa yang tulus. Dengan membaca doa, kita bisa menyampaikan keinginan dan harapan kita untuk mendapatkan keberkahan di bulan yang penuh keutamaan ini.

—اللهم بارك لنا في رجب وشعبان و بلغنا ر مضان

“ Ya Allah berkailah kami dalam Rajab dan sya’ban, serta sampaikan kami pada bulan Ramadhan”

3. Melakukan persiapan Fisik

Persiapan fisik sebelum memasuki bulan Ramadhan merupakan langkah penting untuk memastikan kesehatan dan kebugaran tubuh selama berpuasa. Menjaga kondisi fisik dan kesehatan jasmani menjadi hal yang sangat penting. Keberhasilan ibadah dapat dipengaruhi oleh kondisi kesehatan, sehingga menghindari sakit sangatlah adalah hal penting.

Untuk itu, perlu memperhatikan kondisi fisik dan jasmani sejak sekarang dengan mengurangi kebiasaan tidak sehat seperti begadang dan mengonsumsi makanan yang kurang sehat. Mulailah membiasakan diri untuk berolahraga secara rutin dan jika diperlukan, konsumsilah vitamin atau suplemen kesehatan. Dengan mengonsumsi multivitamin, tubuh dapat menjadi lebih kuat menghadapi bulan Ramadan sehingga pelaksanaan ibadah puasa dapat berjalan maksimal hingga akhir bulan

satu hal lagi yang tidak kalah pentingnya adalah adpatasi Fisik terhadap puasa dengan sering berpuasa di bulan sebelumnya, bulan Sya’ban. sebagaimana hadist yang diriwyatkan oleh Aisya.

—وما رايت رسول الله ص استكمل صيام شهر قط الا رمضان وما رايته في شهر قط اكثر منه صياما في شعبان

“Dan aku tidak pernah melihat beliau berpuasa sebulan penuh selain Ramadhan, juga aku tidak pernah melihat bulan yang lebih banyak beliau berpuasa selain puasa di bulan Sya’ban”. (HR. Ahmad)

4. Memperbaiki sikap terhadap pelaksanaan puasa Ramadhan.

  • Menghilangkan sikap acuh tak acuh.
  • Menghilangkan pandangan bahwa puasa sebagai beban yang berat.
  • Menyadari puasa sebagai kewajiban agama.
  • Menyadari bahwa puasa merupakan kebutuhan untuk memperkaya pengabdian kepada Allah.

5. Memahami Fiqh Puasa, dengan mempelajari tentang :

  • Niat Puasa.
  • Waktu Puasa.
  • Adab Sahur dan Buka Puasa.
  • Hal-hal yang wajib ditinggalkan.
  • Hal-hal yang dibolehkan dalam puasa.
  • Pembatal-pembatal puasa.
  • Amalan utama dibulan Ramadhan.

6. Memahami dan mempelajari hal-hal yang harus dihindari selama berpuasa

Mengucapkan atau melakukan tindakan yang tidak sejalan dengan prinsip-prinsip Islam, seperti berbohong, memfitnah, menggosip, menipu, berbicara kasar, mencaci maki, berkumur secara berlebihan, tidak menahan hawa nafsu, dan sebagainya.

Perintah meninggalkan dusta saat berpuasa telah disebutkan dalam hadits berikut ini,

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR. Bukhari no. 1903)

7. Memahami dan mempelajari amalan yang dianjurkan selama bulan Ramadhan.

  • Melaksanakan  qiyamul-lail atau shalat Tarawih.
  • Meningkatkan amal infaq dan sedekah.
  • Mentadaburi Al-Qur’an, membaca dan mempelajari tafsirnya
  • Melakukan i’tikaf di masjid selama sepuluh hari terakhir Ramadhan.
  • dan lain sebagainya.

Itulah 7 Hal yang harus dipersiapkan menyambut bulan Ramadhan, yang perlu kita ketahui.

Doa apa yang seharusnya dibaca ketika bangun tidur?

Doa apa yang seharusnya dibaca ketika bangun tidur?

Saat membuka mata di pagi hari, kita menerima anugerah kehidupan yang berharga. Memulai harimu dengan doa saat bangun tidur bukan hanya ritual rohaniah, melainkan juga sarana untuk mencapai ketenangan pikiran dan kedamaian hati.

Doa apa yang seharusnya dibaca ketika bangun tidur?

Doa saat bangun tidur adalah tindakan sederhana namun memiliki makna mendalam, mengingatkan kita bahwa setiap momen kehidupan adalah anugerah yang berharga. Membaca doa setelah bangun tidur memiliki berbagai kelebihan, mulai dari memberikan ketenangan jiwa, menumbuhkan rasa syukur, hingga membantu mengatur fokus dan prioritas untuk hari yang akan dihadapi.

Lantas, doa apa yang seharusnya dibaca ketika bangun tidur? Temukan jawabannya dalam uraian berikut.

Bacaan Doa Saat Bangun Tidur dan Penjelasannya Mengucapkan doa saat bangun tidur sangat disarankan bagi setiap Muslim. Terdapat dua jenis doa saat bangun tidur, yakni yang panjang dan yang pendek.

1. Doa Bangun Tidur Pendek

Doa Bangun Tidur

الحَمْدُ لِلهِ الًّذِيْ أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُوْرُ

Artinya:

“Segala puji bagi Allah, Tuhan yang menghidupkan kami setelah Ia mematikan kami. Kepada-Nya lah kebangkitan hari Kiamat”

2 Doa Bangun Tidur Panjang

الْحَمْدُ للهِ الَّذِى أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُوْرُ أَصْبَحْنَا وَأَصْبَحَ الْمُلْكُ للهِ وَالْعُظْمَةُ وَالسُّلْطَانُ ِللهِ وَالْعِزَّةُ وَالْقُدْرَةُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ أَصْبَحْنَا عَلَى فِطْرَةِ الْإِسْلَامِ وَعَلَى كَلِمَةِ الْإِخْلَاصِ وَعَلَى دِيْنِ نَبِيِّنَا مَحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى مِلَّةِ أَبِيْنَا إِبْرَاهِيْمَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ. أَللَّهُمَّ بِكَ أَصْبَحْنَا وَبِكَ أَمْسَيْنَا وَبِكَ نَحَيَا وَبِكَ نَمُوْتُ وَإِلَيْكَ النُّشُوْرُ. أَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ أَنْ تَبْعَثَنَا فِى هَذَا الْيَوْمِ إِلَى كُلِّ خَيْرٍ وَنَعُوْذُ بِكَ أَنْ نَجْتَرِحَ فِيْهِ سُوْأً أَوْنجْرِهِ إِلَى مُسْلِمٍ أَوْ يُجْرِهِ أَحَدٌ إِلَيْنَا. نَسْأَلُكَ خَيْرَ هَذَا الْيَوْمِ وَخَيْرَ مَا فِيْهِ وَنَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ هَذَا الْيَوْمِ وَشَرِّ مَا فِيْهِ.

Artinya:
Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah mematikan kami dan kepadaNyalah kami kembali. Aku memasuki pagi, sedang kekuasaan tetap hanyalah milik Allah, kemuliaan dan kekuasaan milik Allah pula. (Dialah) Tuhan seru sekalian alam. Aku menyongsong pagi dengan kesucian Islam dan dengan kalimat ikhlas (syahadat) serta dengan agama (yang dibawa) Nabi Muhammad SAW. Juga dengan agama Bapak kami Ibrahim dengan berserah diri, serta bukanlah kami termasuk golongan orang-orang musyrik. Ya Allah dengan-Mu lah kami memasuki pagi dan sore, dengan-Mu lah kami hidup dan mati dan kepadaMu lah kami kembali.

Ya Allah, kami mohon agar Engkau membangkitkan kami di hari ini dengan kebaikan. Kami berlindung kepada-Mu dari melakukan kebaikan yang disertai kesalahan dan mengarahkan orang Islam kepada keburukan, begitu pula kami berlindung dari dipekerjakannya orang untuk melakukan keburukan. Kami memohon kepada-Mu segala kebaikan yang terdapat pada hari ini dan perlindungan dari segala kejelekan yang ada di dalamnya. Amiin.

Adab Bangun Tidur sesuai Sunnah Nabi

Berikut adalah beberapa norma-norma yang disarankan oleh Nabi Muhammad SAW yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari ketika bangun tidur:

1. Duduk dan Membersihkan Wajah

Setelah bangun tidur, disarankan untuk duduk dan membersihkan wajah. Hal ini bermanfaat untuk menghilangkan tanda-tanda tidur dan menyegarkan wajah setelah tidur.

2. Membaca Doa

Nabi Muhammad SAW mengajarkan untuk membaca doa ketika bangun tidur sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah atas kesempatan hidup yang diberikan setelah tidur.

3. Membersihkan Gigi atau Menggunakan Miswak

Rasulullah SAW sering menggunakan miswak atau membersihkan mulut setelah bangun tidur. Tindakan ini membantu menjaga kebersihan mulut dan kesegaran napas.

4. Membersihkan Hidung

Membersihkan hidung setelah bangun tidur disarankan untuk menjaga kebersihan dan kesehatan pernapasan.

5. Membaca Ayat-Ayat Al-Quran

Membaca ayat-ayat suci Al-Quran di pagi hari membantu memulai hari dengan ketenangan dan mendatangkan berkah.

6. Melakukan Sholat

Melakukan sholat subuh sangat dianjurkan setelah bangun tidur sebagai cara untuk memulai hari dengan ibadah dan pengabdian kepada Allah.

7. Bersyukur kepada Allah

Memulai hari dengan rasa syukur atas nikmat yang diberikan Allah, termasuk kesempatan untuk hidup di hari yang baru.

Tidak hanya membantu menjaga kebersihan fisik dan spiritual, tetapi praktik-praktik ini juga membantu memulai hari dengan semangat dan sikap positif. Nabi Muhammad SAW mengajarkan adab-adab ini sebagai pedoman untuk menjalani kehidupan sehari-hari yang lebih bermakna dan penuh berkah.

Itulah beberapa doa dan norma-norma bangun tidur yang sangat penting untuk kelangsungan hari Anda. Semoga dengan mengetahui ini, Anda dapat memulai hari dengan lebih baik.

Niat puasa qadha dan Waktu yang Dilarang untuk Berpuasa

Niat puasa qadha dan Waktu yang Dilarang untuk Berpuasa

Niat puasa qadha dan Waktu yang Dilarang untuk Berpuasa adalah topik yang relevan ketika bulan suci Ramadan telah tiba. Meskipun begitu, terkadang beberapa dari kita mengalami halangan yang mencegah kita untuk berpuasa selama Ramadan.

Niat puasa qadha dan Waktu yang Dilarang untuk Berpuasa

Apakah kamu pernah mengalami hal tersebut? Jika ya, penting untuk mengetahui bagaimana cara mengganti puasa sesuai dengan aturan dalam Islam. Sebagai salah satu rukun Islam, puasa adalah ibadah yang wajib dilaksanakan dan harus diganti jika terlewatkan.

Bagi mereka yang memiliki kewajiban berpuasa namun tidak dapat melaksanakannya selama bulan Ramadan karena suatu alasan, mereka diharuskan untuk menggantinya dengan melakukan puasa di luar bulan Ramadan, yang dikenal sebagai puasa qadha. Penting untuk memahami kriteria siapa yang wajib mengganti puasa dan bagaimana tata cara serta waktu pelaksanaannya.

Niat Puasa Qadha dan Ketentuannya

Niat untuk puasa qadha hampir mirip dengan niat puasa Ramadan. Sebelum mengetahui formulir niatnya, penting untuk memahami siapa saja yang diwajibkan untuk mengganti puasa Ramadan apabila tidak dapat melaksanakannya.

Kriteria Orang yang Wajib Mengganti Puasa Ramadan

Puasa Ramadan diwajibkan dan harus diganti jika tidak dapat dilaksanakan. Orang yang diwajibkan untuk menunaikan puasa dan menggantinya jika tidak berpuasa selama bulan Ramadan memiliki kriteria sebagai berikut:

– Orang yang beragama Islam
– Orang yang telah mencapai baligh
– Orang yang menetap atau ikamah
– Orang yang dalam keadaan sehat dan mampu

 Niat Puasa Qadha

Dalam pelaksanaannya, tata cara puasa qadha sama dengan puasa Ramadan, dengan perbedaan utama terletak pada formulir niat. Waktu pembacaan niat ini dapat dilakukan sejak malam sebelum berpuasa hingga sebelum waktu fajar pada saat sahur. Berikut adalah  niat puasa qadha:

Niat puasa qadha dan Waktu yang Dilarang untuk Berpuasa

“نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ لِلهِ تَعَالَى”

Artinya: “Aku berniat untuk mengqadha puasa Bulan Ramadhan esok hari karena Allah SWT.”

Waktu yang Dilarang untuk Mengganti Puasa Ramadan

Untuk melakukan puasa ganti (qadha), kamu dapat menjalankannya kapan saja di luar bulan Ramadan, asalkan tidak pada hari-hari yang diharamkan bagi seorang Muslim untuk berpuasa. Beberapa hari yang termasuk dalam larangan berpuasa adalah:

  1. Hari Idul Fitri (1 Syawal).
  2. Hari Idul Adha (10 Zulhijah).
  3. Hari Tasyrik (11, 12, dan 13 bulan Zulhijah).
  4. Hari Jumat jika dilakukan secara tunggal. Namun, jika ingin berpuasa pada hari Jumat, kamu dapat melakukannya dengan berpuasa pada hari Sabtu atau Kamis dalam pekan yang sama.

Setelah memahami lebih lanjut tentang cara mengganti puasa, diharapkan tidak ada yang terlewat, Sahabat. Penting diingat bahwa puasa Ramadan adalah kewajiban bagi setiap Muslim, sehingga menggantinya juga merupakan tanggung jawab yang harus diemban.

Oleh karena itu, disarankan untuk mencatat puasa yang tidak terlaksana selama bulan Ramadan agar tidak terjadi kesalahan ketika melakukannya penggantian. Selain mencatat puasa, kamu juga dapat menggunakan jurnal atau Ramadan planner untuk mencatat target ibadah selama Ramadan dan merefleksikan diri di bulan suci ini! demikian tentang  Niat puasa qadha dan Waktu yang Dilarang untuk Berpuasa

Malaikat Jibril Sering Menyerupai Sahabat Nabi ini

Malaikat Jibril Sering Menyerupai Sahabat Nabi ini

Malaikat Jibril Sering Menyerupai Sahabat Nabi ini, Jibril ‘alaihissalam, pemimpin Malaikat yang bertugas menyampaikan wahyu kepada para Rasul, termasuk Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, kadang-kadang mengubah wujudnya menjadi manusia sesuai kehendak Allah.

Ketika berjumpa dengan Rasulullah صلى الله عليه وسلم, Malaikat Jibril tampil sebagai sosok mirip sahabat Nabi yang tampan, Dihyah Al-Kalbi radhiyallahu ‘anhu. Dihyah, dengan keunggulan wajahnya yang menarik, diamanahi Nabi sebagai delegasi Islam untuk mengirim surat kepada para raja dan pemimpin.

Pada tahun keenam Hijriyah, Dihyah diutus oleh Nabi صلى الله عليه وسلم untuk menyampaikan surat kepada Kaisar Romawi, Hiraklius. Dihyah, yang menyerupai Malaikat Jibril saat berwujud manusia, memainkan peran kunci dalam beberapa peristiwa, seperti ketika Malaikat Jibril memerintahkan Rasulullah untuk memimpin perang melawan Bani Quraizhah.

Kisah menarik terjadi setelah perang Khandaq, di mana Malaikat Jibril datang dalam wujud manusia untuk memberi petunjuk kepada Rasulullah. Dalam beberapa kejadian, Dihyah disamakan dengan Malaikat Jibril oleh beberapa sahabat, termasuk istri Nabi, Ummu Salamah.malaikat Jibril Sering menyerupai sahabat nabi ini

Dihyah juga terlibat dalam misi dakwah Islam di Syam, di mana ia bertemu dengan Kaisar Romawi, Hiraklius, untuk menyampaikan ajakan masuk Islam. Dalam pertemuan tersebut, uskup Ibnu Nathur, sahabat Hiraklius, akhirnya memeluk Islam setelah mendengar penjelasan dari Dihyah dan Hiraklius.

Namun, Hiraklius tetap menolak untuk memeluk Islam, takut kehilangan kekuasaannya, meskipun beberapa panglima perangnya telah mengancam untuk tidak mengakui kedudukannya jika ia mengikuti seruan Nabi.

Dihyah sering bertemu dengan uskup Ibnu Nathur untuk memberikan pengajaran tentang Islam. Pada suatu hari, uskup tersebut tidak muncul untuk memberikan ceramah, dan akhirnya, orang-orang Romawi mengancam untuk membunuhnya jika tidak keluar. Sang uskup memilih menyampaikan surat kepada Nabi melalui Dihyah dan akhirnya memberikan syahadat di depan orang-orang Romawi, yang kemudian membunuhnya.

Dihyah menjadi saksi langsung peristiwa tersebut dan menceritakannya kepada Nabi, serta menyerahkan surat dari uskup. Kisah hidup Dihyah Al-Kalbi memberikan pelajaran tentang kesetiaan dalam dakwah dan pengorbanan dalam menyebarkan Islam, bahkan hingga ke tingkat internasional.

Arikel Malaikat Jibril Sering Menyerupai Sahabat Nabi ini bersumber dari:
1. Al-Ishaabah, Ibnu Hajar, hal. 371. no. 2474
2. Thabaqaat, Ibni Sa’ad, 4/249.
3. Shahih Al-Bukhari, Kitab Al-Manaqib, bab: ‘Alaamaatin Nubuwwah fil Islaam.
4. Shahih Al-Bukhari, Kitab al-Jihad was Siyar, Bab: Du’aa-in Nabiyyi an-Naasa ilal Islaam.
5. Kitab Al-Bidayah wan-Nihayah, Ibnu Katsir, 6/242.

Menangislah seperti wanita

Menangislah seperti wanita

Menangislah seperti wanita seperti yang diceritakan  DR. Thariq al-Suwaidan merinci perilaku Abu Abdillah al-Shaghir di Granada sebagai Alkhiyanah al-Kubra (Pengkhianatan Besar), kota terakhir yang dimiliki oleh umat Muslim. Mulai dari meminta bantuan tentara Kristen untuk membantai sesama Muslim hingga momen penyerahan Granada dengan penuh penghinaan.

Sejarah dengan rinci menceritakan suasana saat Granada diserahkan kepada kerajaan Kristen. Raja dan Ratu Kristen tiba dengan segala kemegahan, ditemani oleh pengawal dan pendeta. Mereka memasuki istana al-Hamra’, simbol kebesaran Granada, siap menerima kota yang indah tersebut.

Namun, Abu Abdillah al-Shaghir memberikan sambutan yang memalukan. Ia memberikan hadiah istimewa kepada sang raja, bahkan berlutut di hadapan Raja Kristen sambil mencium tangan sang raja.

Tindakan ini, menurut al-Suwaidan, mencerminkan akhir dari perjuangan umat dan negeri. Meskipun masyarakat Muslim mungkin tidak menyadarinya, para pengkhianat jelas mengerti langkah-langkah penggadaian umat dan negeri. Dengan mencium tangan raja Kristen, Granada resmi jatuh ke tangan Kerajaan Kristen Castille.

Tak ada yang tersisa kecuali harapan Abu Abdillah al-Shaghir yang ternyata hanya sebuah mimpi. Keinginan untuk menjaga eksistensi umat Muslim hanya sebatas keinginan tanpa bukti. Yang pasti dan terbukti hanyalah penyerahan Granada dan penghormatan kepada sang raja dengan menekuk lutut di hadapannya. Pengkhianatan terhadap umat telah terjadi.

Abu Abdillah bahkan diminta meninggalkan Granada oleh Raja Kristen, hanya setahun setelah mencium tangan sang raja dan menekuk lututnya. Dia harus meninggalkan Granada dan Andalus selamanya.

Abu Abdillah pergi bersama orang-orang yang setia padanya. Saat sampai di sebuah bukit, dia naik ke atas sambil memandangi Granada untuk terakhir kalinya. Kota besar, kuat, dan indah yang telah dijualnya dengan impian yang tidak pernah terwujud. Air mata mulai mengalir deras di pipinya, tangis yang meledak tak tertahankan.

menangislah seperti wanita

Tangisannya terputus oleh teguran sang bunda, Aisyah al-Hurrah. Dengan nada marah, sang bunda mengingatkan Abu Abdillah:

“Menangislah… menangislah… menangislah…
Ya, menangislah seperti wanita!
Kerajaan yang tidak bisa kamu jaga seperti laki-laki:
Menangislah seperti wanita, kerajaan yang lenyap.
Kamu tidak sanggup menjaganya seperti laki-laki.”

Kemarahan sang bunda begitu kuat, melihat anaknya hanya bisa menangis setelah segalanya terlambat. Abu Abdillah al-Shaghir menyesali tindakannya yang telah menyebabkan umat Islam kehilangan segalanya. Dalam sejarah, bukit tempat dia menangis masih menjadi saksi bisu penyesalan, menjadi pelajaran bagi setiap pengkhianat umat.

Masyarakat Spanyol menyebut bukit itu sebagai el último suspiro de Moro, yang diterjemahkan sebagai “tangisan terakhir (raja) Arab” dalam Bahasa Arab. Di sanalah tangisan terakhir itu mengalir. Setidaknya hingga saat tulisan ini dibuat, sudah 517 tahun umat Islam belum mampu mengembalikan Andalus yang hilang.

Abu Abdillah melanjutkan perjalanannya menuju Malila dan menetap di Fez, Maroko, hingga akhir hayatnya. Di Fez, sejarah memberikan pelajaran besar. Abu Abdillah hidup dalam kemiskinan selama 27 tahun, bertahan dengan infak dan wakaf belas kasihan. Hartanya lenyap, dan ia tidak meninggalkan warisan apapun.

Fez menjadi saksi akhir hidup seorang pengkhianat umat, mengajarkan pelajaran besar. Pengkhianatan berujung pada kehinaan, kesengsaraan, dan penyesalan di dunia ini. Allah tidak meridhai tipu daya orang yang berkhianat, seperti yang ditegaskan oleh Nabi Yusuf alaihis salam.

Inilah kisah tangisan seorang pengkhianat umat, yang hanya bisa menangis setelah semuanya terlambat. Tangisan yang tidak dapat mengembalikan kejayaan, tetapi menjadi awal dari kehancuran. Semoga Allah mengampuni kita semua.

Salaurkan Infak Terbaik anda melalui LazRydha

10 Nubuah Akhir Zaman

10 Nubuah Akhir Zaman

APAKAH ANDA MENGETAHUI bahwa Nabi Muhammad ﷺ  telah mengingatkan tentang banyak peristiwa yang akan terjadi di dunia, khususnya menjelang akhir zaman? Peringatan mengenai nubuah akhir zaman yang disampaikan oleh Nabi seharusnya menjadi fokus perhatian bagi setiap mukmin pada era ini. Ada 10 Nubuah Akhir Zaman yang Disebutkan Nabi .

Allah SWT dengan tegas menyatakan bahwa Nabi Muhammad ﷺ  diutus sebagai saksi, pembawa kabar gembira, pemberi peringatan, penyeru kepada agama Allah, dan sebagai cahaya yang menerangi. Oleh karena itu, penjelasan dari beliau dapat dijadikan referensi penting bagi umat Islam.

Hal ini dijelaskan dalam Surah Al-Ahzab ayat 45 sampai 46.

﴿ يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ اِنَّآ اَرْسَلْنٰكَ شَاهِدًا وَّمُبَشِّرًا وَّنَذِيْرًاۙ ٤٥ وَّدَاعِيًا اِلَى اللّٰهِ بِاِذْنِهٖ وَسِرَاجًا مُّنِيْرًا ٤٦ ﴾

Artinya: (45) Wahai Nabi (Muhammad), sesungguhnya Kami mengutus engkau untuk menjadi saksi, pemberi kabar gembira, dan pemberi peringatan. (46) dan untuk menjadi penyeru kepada (agama) Allah dengan izin-Nya serta sebagai pelita yang menerangi. (Q.S. Al-Ahzab: 45-46)

PENGERTIAN NUBUAH

Dari segi Etimologis, istilah “nubuwah” berasal dari kata ‘naba-a,’ yang merujuk pada kabar, warta, berita, dan cerita. Kata ‘nubuwah’ sendiri merupakan bentuk mashdar dari ‘naba-a.’ Al-Quran menyebutkan kata ‘nubuwah’ sebanyak 5 kali dalam beberapa surat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, seorang nabi adalah individu yang dipilih oleh Allah untuk menerima wahyu-Nya, dan kenabian adalah sifat atau hal yang berkaitan dengan keadaan seorang nabi.

Sedangkan dari segi terminologis, para ulama Ahlus-Sunnah mendefinisikan kenabian sebagai pangkat yang diberikan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya tanpa usaha manusia dan melalui pemberian wahyu. (Hasbi Ash-Shiddieqy, Al-Islam Jilid I, Yogyakarta: Bulan Bintang, 1952, hal. 201).

10 Nubuah Akhir Zaman yang Disebutkan Nabi

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa nubuwah merupakan anugerah yang diberikan oleh Allah kepada hamba-hamba pilihan-Nya yang telah mencapai keadaan insan kamil. Anugerah ini diberikan melalui pemberian wahyu. Seperti yang ditegaskan dalam Al-Quran: “Itulah petunjuk Allah, dengan itu Dia memberikan petunjuk kepada siapa saja di antara hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki. Sekiranya mereka mempersekutukan Allah, pasti lenyaplah amalan yang telah mereka kerjakan. Mereka itulah orang-orang yang telah Kami berikan kitab, hikmah, dan kenabian…” [Al-An’am: 88-89].

Berikut adalah 10 Nubuah Akhir Zaman yang Disebutkan Nabi ﷺ langsung.

10 – Akhir dunia

Banyak ayat di dalam Al-Quran,  yang membicarakan tentang hari-hari terakhir dan akhir dunia. Al-Quran memberikan penjelasan tentang bagaimana dunia akan mengalami kehancuran dan bagaimana dunia akan dibangun kembali.

9 – Fatimah Meninggal

Nabi Muhammad ﷺ dalam sebuah hadis menyebutkan bahwa Fatimah akan menyusulnya segera setelah meninggal. Sebelum wafat, beliau ﷺ memanggil Fatimah dan memberitahunya bahwa putrinya akan menjadi orang pertama di keluarganya yang bergabung dengannya setelah kepergiannya. Prediksi tersebut terbukti tepat ketika, 6 bulan kemudian, Fatimah meninggal.

8 – Api di Yaman

Api akan muncul dari dasar Aden (Yaman) dan api ini akan akan mendorong orang-orang untuk pergi ke Suriah.

7 – Jenazah Firaun akan ditemukan

Ada perdebatan besar tentang identitas Firaun. Alquran menyatakan bahwa Firaun tenggelam di laut.

6 –  Islam akan menang

Dalam Al-Quran, banyak ayat membahas tentang bagaimana Islam akan mencapai kemenangan atas agama-agama lain di seluruh dunia.

5 –  Tiga cobaan

Ada nubuah bahwa tiga cobaan akan menimpa Muslim sebelum Dajjal datang. Ujiannya adalah kemunduran dan perang, kebahagiaan palsu, dan malapetaka besar yang menimpa orang-orang di dunia Muslim.

10 Nubuah Akhir Zaman yang Disebutkan Nabi

4 – Yajuj dan Majuj

Mereka akan dibebaskan dan menghancurkan siapapun dan apapun yang mereka temukan.

3- Datangnya Dajjal

Al-Masih palsu akan datang dan menyesatkan banyak orang. Ada penjelasan rinci tentang Dajjal dalam beberapa hadis Nabi.

2 – Permusuhan di antara orang-orang Kristen

Hal ini akan terus terjadi sampai Hari Kebangkitan.

1 – Gedung-gedung tinggi sebagai peringatan datangnya hari akhir

Suku Badui akan berlomba membangun gedung-gedung tinggi. []

SUMBER: ABOUT ISLAM

lazrydha  menerima dan menyalurkan  zakat infak  shodakoh Klik disini

Amalan-amalan di bulan Sya’ban

Amalan-amalan di bulan Sya’ban

Syaban merupakan bulan kedelapan dalam penanggalan Hijriah. Bulan ini diapit oleh dua bulan mulia, yakni Rajab dan Ramadhan. Kendati demikian, Syaban juga memiliki keutamaan yang sayang untuk dilewatkan. berikut ini amalan-amalan di bulan Sya’ban :

Bulan Puasa Sunnah

Bulan Sya’ban menjadi bulan yang dianjurkan untuk meningkatkan puasa sunah. Rasulullah SAW, pada bulan ini, secara aktif melaksanakan puasa sunah. Bahkan, beliau hampir menjalankan puasa sunah sepanjang bulan, kecuali pada satu atau dua hari di penghujung bulan, agar tidak menyelisih waktu awal Ramadhan dengan puasa sunah yang dilakukan satu atau dua hari sebelumnya. Beberapa dalil syar’i yang menjelaskan hal ini adalah sebagai berikut:

عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّهَا قَالَتْ: وَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ قَطُّ إِلَّا رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ فِي شَهْرٍ أَكْثَرَ مِنْهُ صِيَامًا فِي شَعْبَانَ

Dari Aisyah R.A berkata: “Aku tidak pernah melihat Rasulullah SAW melakukan puasa satu bulan penuh kecuali puasa bulan Ramadhan dan aku tidak pernah melihat beliau lebih banyak berpuasa sunah melebihi (puasa sunah) di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 1969 dan Muslim no. 1156)

Puasa Rosulullah - Amalan-amalan di bulan Syaban

Dalam riwayat lain Aisyah berkata:

كَانَ أَحَبُّ الشُّهُورِ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَصُومَهُ شَعْبَانَ، ثُمَّ يَصِلُهُ بِرَمَضَانَ

“Bulan yang paling dicintai oleh Rasulullah SAW untuk berpuasa sunah adalah bulan Sya’ban, kemudian beliau menyambungnya dengan puasa Ramadhan.” (HR. Abu Daud no. 2431 dan Ibnu Majah no. 1649)

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ : مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ إِلَّا شَعْبَانَ وَرَمَضَانَ

Dari Ummu Salamah R.A berkata: “Aku tidak pernah melihat Rasulullah SAW berpuasa dua bulan berturut-turut kecuali bulan Sya’ban dan Ramadhan.” (HR. Tirmidzi no. 726, An-Nasai 4/150, Ibnu Majah no.1648, dan Ahmad 6/293)

Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani menulis: “Hadits ini merupakan dalil keutamaan puasa sunah di bulan Sya’ban.” (Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari)

Imam Ash-Shan’ani berkata: Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW mengistimewakan bulan Sya’ban dengan puasa sunnah lebih banyak dari bulan lainnya. (Subulus Salam Syarh Bulughul Maram, 2/239)

Makna dari berpuasa dua bulan berturut-turut di sini adalah melaksanakan puasa sunah sepanjang sebagian besar bulan Sya’ban (hingga 27 atau 28 hari) dan kemudian menghentikan puasa satu atau dua hari sebelum bulan Ramadhan. Setelah itu, umat Islam melanjutkan dengan melaksanakan puasa wajib Ramadhan selama satu bulan penuh. Pendekatan ini sesuai dengan hadits Aisyah yang telah disampaikan di awal artikel, dan juga sejalan dengan dalil-dalil lain seperti:

Aisyah RA melaporkan bahwa Rasulullah SAW sangat aktif berpuasa sunah pada bulan Sya’ban. Beliau melaksanakan puasa sepanjang bulan tersebut, kecuali untuk beberapa hari tertentu. (HR. Muslim no. 1156 dan Ibnu Majah no. 1710)

Abu Hurairah RA meriwayatkan sabda Rasulullah SAW, “Janganlah seseorang di antara kalian mendahului puasa Ramadhan dengan puasa (sunah) sehari atau dua hari sebelumnya, kecuali jika seseorang telah memiliki kebiasaan berpuasa sunah tertentu, seperti puasa Senin-Kamis atau puasa Daud, maka dia boleh berpuasa pada hari tersebut.” (HR. Bukhari no. 1914 dan Muslim no. 1082)

Bulan Kelalaian

Para ulama salaf menjelaskan hikmah dibalik kebiasaan kebijakan Rasulullah SAW yang memperbanyak puasa sunah di bulan Sya’ban dengan merinci hikmah-hikmah di baliknya. Kedudukan puasa sunah di bulan Sya’ban diibaratkan seperti kedudukan shalat sunah qabliyah terhadap shalat wajib. Puasa sunah di bulan Sya’ban dianggap sebagai persiapan yang sesuai dan penyeimbang bagi keterbatasan dalam melaksanakan puasa wajib Ramadhan.

Selain itu, hikmah lainnya disampaikan dalam hadits yang diriwayatkan dari Usamah bin Zaid R.A. Ia bertanya kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah SAW, mengapa saya tidak pernah melihat Anda berpuasa sunah dalam satu bulan tertentu lebih banyak daripada bulan Sya’ban?” Rasulullah SAW menjawab:

ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفِلُ النَّاسُ عَنْهُ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الأَعْمَال إِلى رَبِّ العَالمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عملي وَأَنَا صَائِمٌ

“Ia adalah bulan di saat manusia banyak yang lalai (dari beramal shalih), antara Rajab dan Ramadhan. Ia adalah bulan di saat amal-amal dibawa naik kepada Allah Rabb semesta alam, maka aku senang apabila amal-amalku diangkat kepada Allah saat aku mengerjakan puasa sunah.” (HR. Tirmidzi, An-Nasai dan Ibnu Khuzaimah. Ibnu Khuzaimah menshahihkan hadits ini)

Bulan Menyirami Amalan-amalan Shalih

Di bulan Ramadhan, kita dianjurkan untuk meningkatkan amalan sunah seperti membaca Al-Qur’an, berdzikir, beristighfar, melaksanakan shalat tahajud dan witir, shalat dhuha, serta memberikan sedekah. Agar mampu melaksanakan semua amalan tersebut dengan ringan dan konsisten, kita perlu berlatih dengan banyak melakukan praktik. Oleh karena itu, bulan Sya’ban memiliki peranan yang sangat penting sebagai waktu yang tepat untuk melatih diri dalam membiasakan melakukan amalan sunah secara teratur dan berkesinambungan. Melalui latihan tersebut, kita akan menjadi terbiasa dan merasa lebih mudah untuk melaksanakannya di bulan Ramadhan. Dengan demikian, benih iman dan amal shalih yang kita tanam akan menghasilkan takwa yang sejati.

Abu Bakar Al-Balkhi menyatakan, “Bulan Rajab adalah bulan penanaman. Bulan Sya’ban adalah bulan penyiraman tanaman. Dan bulan Ramadhan adalah bulan panen hasil tanaman.”

Ia juga menyebutkan, “Bulan Rajab seperti angin. Bulan Sya’ban seperti awan. Dan bulan Ramadhan seperti hujan.”

Jika seseorang tidak menanam benih amal shalih di bulan Rajab dan tidak menyirami tanaman tersebut di bulan Sya’ban, bagaimana mungkin ia akan memanen buah takwa di bulan Ramadhan? Di saat kebanyakan orang lalai dalam melakukan amal kebajikan, penting bagi kita untuk tidak ikut-ikutan lalai. Sebaiknya, kita segera bergegas menuju ampunan Allah dan melaksanakan perintah-Nya sebelum datangnya bulan suci Ramadhan.

Ilustrasi Amalan-amalan di bulan Sya'ban
Ilustrasi Amalan-amalan di bulan Sya’ban

Bulan Persiapan Menyambut Bulan Ramadhan

Bulan Sya’ban sebagai bulan latihan, pembinaan, dan persiapan diri untuk menjadi individu yang mampu sukses dalam melaksanakan amal shalih di bulan Ramadhan. Amalan-amalan di bulan Sya’ban sangat berkaitan dengan keberlanjutannya di bulan Ramadhan, Untuk mengisi bulan Sya’ban sekaligus mempersiapkan diri menyambut bulan suci Ramadhan, ada beberapa hal yang sebaiknya dilakukan oleh setiap Muslim. Berikut ini beberapa kegiatan yang layak dilakukan:

1. Persiapan Iman

  • Segera bertaubat dari segala dosa dengan menyesali kesalahan yang telah terjadi, meninggalkan tindakan dosa tersebut saat ini, dan mempunyai tekad kuat untuk tidak mengulanginya di masa depan.
  • Memperbanyak doa agar diberikan umur panjang, sehingga dapat menjumpai bulan Ramadhan dengan penuh kesadaran dan ibadah.
  • Meningkatkan puasa sunnah di bulan Sya’ban untuk membiasakan diri secara fisik dan spiritual. Terdapat beberapa jenis puasa sunnah yang dianjurkan di bulan Sya’ban, seperti puasa Senin-Kamis setiap pekan, ditambah dengan puasa ayyamul bidh (tanggal 13, 14, dan 15 Sya’ban), puasa Daud, atau puasa lebih intensif mulai dari tanggal 1-28 Sya’ban.
  • Mengintensifkan hubungan dengan Al-Qur’an dengan cara membaca lebih dari satu juz setiap hari, melibatkan diri dalam membaca buku-buku tafsir, dan merenungkan makna dalam Al-Qur’an.
  • Mendalami pengalaman spiritual shalat malam dengan melaksanakan minimal dua rakaat tahajud dan satu rakaat witir di akhir malam.
  • Menikmati keindahan dzikir dengan menjaga dzikir setelah shalat, melakukan dzikir pagi dan petang, serta melibatkan diri dalam dzikir rutin lainnya.

2. Persiapan Ilmu

  • Mempelajari hukum-hukum fiqih puasa Ramadhan secara menyeluruh, minimal dengan membaca bab puasa dalam kitab seperti “Minhajul Muslim” (karya Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi), “Fiqih Sunnah” (karya Syaikh Sayid Sabiq), “Shahih Fiqih Sunnah” (karya Syaikh Abu Malik Kamal bin As-Sayid Salim), “Pedoman Puasa” (karya Tengku Moh. Hasbi Ash-Shidiqi), atau sumber lainnya.
  • Mendalami rahasia-rahasia, hikmah-hikmah, dan amalan-amalan yang dianjurkan atau wajib dilaksanakan di bulan Ramadhan dengan membaca buku-buku yang membahas hal tersebut, seperti “Mukhtashar Minhjaul Qashidin” (karya Ibnu Qudamah Al-Maqdisi), “Mau’izhatul Mu’minin” (karya Muhammad Jamaluddin Al-Qasimi), atau karya-karya ulama lainnya.
  • Memperdalam pemahaman tafsir ayat-ayat hukum yang terkait dengan puasa dengan membaca kitab seperti “Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim” (karya Ibnu Katsir), “Tafsir Al-Jami’ li-Ahkamil Qur’an” (karya Al-Qurthubi), atau “Tafsir Adhwa-ul Bayan” (karya Asy-Syinqithi).
  • Mempelajari buku-buku akhlak yang dapat membantu menyiapkan jiwa untuk menyambut bulan Ramadhan.
  • Mendengarkan ceramah-ceramah para ustadz/ulama yang membahas persiapan dan pengisian bulan suci Ramadhan.
  • Muroja’ah hafalan Al-Qur’an sebagai persiapan bacaan dalam shalat Tarawih, baik untuk calon imam maupun individu yang melaksanakan shalat Tarawih sendirian di akhir malam setelah Isya di masjid.
  • Mendengarkan bacaan murattal shalat Tarawih dari para imam masjid yang terkenal keahliannya dalam bidang tajwid, hafalan, dan kelancaran bacaan.

3. Persiapan Dakwah

  • Menyiapkan materi-materi untuk kultum, taushiyah, ceramah, khutbah Jum’at dan dakwah bil lisan lainnya.
  • Membuat serlebaran, brosur, pamflet, majalah dinding, buletin dakwah dan lembar-lembar dakwah yang mengingatkan kaum muslimin tentang tata cara menyambut Ramadhan.
  • Mengikuti kultum, ceramah-ceramah, dan pengajian-pengajian yang diadakan di sekitar kita (lingkungan masjid, tempat kerja, tempat belajar-mengajar) baik sebagai pemateri atau peserta sebagai bentuk persiapan dan pembiasaan diri untuk mengikuti kegiatan serupa di bulan Ramadhan.
  • Mengadakan pesantren kilat, kursus keislaman, islamic study dan acara-cara sejenis.

4. Persiapan Keluarga

  • Menyiapkan anak-anak dan istri untuk menyambut kedatangan Ramadhan dengan mengenalkan kepada mereka persiapan-persiapan yang telah dijelaskan sebelumnya.
  • Membiasakan mereka untuk menjaga shalat lima waktu, shalat sunnah Rawatib, shalat dhuha, shalat malam (tahajud dan witir), dan membaca Al-Qur’an sebagai bagian dari rutinitas harian.
  • Memberikan taushiyah atau kultum harian jika memungkinkan, agar keluarga dapat memperoleh motivasi dan pemahaman yang lebih dalam terkait dengan persiapan dan pentingnya bulan Sya’ban dan Ramadhan.
  • Meminimalkan hal-hal yang dapat melalaikan mereka dari amal shalih di bulan Sya’ban dan Ramadhan, seperti mengurangi atau menghindari mendengarkan musik-musik dan lagu-lagu jahiliyah, mengurangi waktu menonton TV, dan mengurangi atau menggantikan kegiatan-kegiatan lain yang tidak membawa manfaat di akhirat.
  • Menyisihkan sebagian pendapatan untuk sedekah di bulan ini dan bulan Ramadhan sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama yang membutuhkan, sehingga keluarga dapat berkontribusi dalam memberikan manfaat kepada orang lain selama bulan yang penuh berkah ini.

5. Persiapan Mental

Menyiapkan tekad yang kuat dan sungguh-sungguh untuk:

  1. Membuka lembaran hidup baru dengan Allah SWT:

    • Bertekad memulai lembaran baru yang bersih, penuh dengan amal ketaatan, dan berusaha mengurangi amal keburukan.
    • Memahami bahwa setiap hari di bulan Ramadhan merupakan kesempatan untuk meraih ampunan dan keberkahan.
  2. Membuat hari-hari di bulan Ramadhan lebih berarti:

    • Merubah rutinitas harian menjadi lebih bermakna dengan meningkatkan ibadah dan meninggalkan kebiasaan buruk.
    • Menjadikan setiap hari sebagai kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan meningkatkan kualitas ibadah.
  3. Meramaikan masjid:

    • Melakukan shalat lima waktu secara berjama’ah di masjid terdekat.
    • Menghidupkan sunah-sunah ibadah yang terlupakan, seperti bertahan di masjid setelah Subuh, hadir di masjid sebelum adzan, bersegera ke masjid untuk mendapatkan shaf awal, dan menjalankan shalat sunnah serta niat I’tikaf.
  4. Membersihkan puasa dari hal-hal yang merusak pahalanya:

    • Menjauhi perbuatan bertengkar, sendau gurau, dan kegiatan iseng yang tidak membawa manfaat akhirat.
    • Fokus pada ibadah dan amalan yang dapat memperkuat nilai-nilai keagamaan.
  5. Menjaga dan membiasakan sikap lapang dada dan pemaaf:

    • Memiliki hati yang luas, menerima perbedaan, dan tidak mudah tersinggung.
    • Membiasakan diri untuk selalu bersikap pemaaf terhadap kesalahan orang lain.
  6. Beramal shalih di bulan Ramadhan dan memulai banyak niat:

    • Membuat niat bertaubat, membuka lembaran hidup baru dengan Allah, memperbaiki akhlak, berpuasa ikhlas karena Allah semata, mengkhatamkan Al-Qur’an lebih dari sekali, melaksanakan shalat tarawih dan witir, memperbanyak amalan sunah, mencari ilmu, berdakwah, membantu sesama, memperjuangkan agama Allah, niat umrah, niat jihad dengan harta, niat I’tikaf, dan lain sebagainya.
    • Memulai banyak niat sejak sekarang untuk mengarahkan setiap langkah dan amal ke arah yang bermakna dan bermanfaat di bulan Ramadhan.

 

6. Persiapan Jihad Melawan Hawa Nafsu

  • Membatasi hawa nafsu dari kebiasaan-kebiasaan buruk dan keinginan hidup mewah, boros, kikir, serta menikmati makanan-minuman yang lezat atau pakaian yang baru di bulan Ramadhan merupakan langkah kunci dalam meraih spiritualitas dan keberkahan.
  • Memberi perhatian khusus pada lisan, dengan membiasakan diri untuk selalu mengucapkan perkataan-perkataan yang baik dan bermanfaat, serta aktif mencegah diri dari mengucapkan kata-kata keji, jorok, menggunjing, mengadu domba, dan perkataan-perkataan yang tidak membawa manfaat di akhirat, adalah upaya untuk memurnikan komunikasi dan menjaga atmosfer spiritual yang baik.
  • Mengendalikan hawa nafsu dari dorongan untuk melampiaskan kemarahan, kesombongan, penyimpangan, kemaksiatan, dan kezaliman, menjadi tantangan penting. Ini merupakan bentuk pengendalian diri yang diperlukan agar ibadah di bulan Ramadhan dapat dilakukan dengan tulus dan murni.
  • Membiasakan diri untuk hidup sederhana, ulet, sabar, dan siap memikul beban-beban dakwah dan jihad di jalan Allah, mengajarkan nilai-nilai kesederhanaan, ketekunan, dan ketabahan dalam menghadapi cobaan dan tugas-tugas berat yang mungkin dihadapi.
  • Selain itu, melakukan muhasabah harian, yaitu introspeksi diri, untuk mengevaluasi sejauh mana program persiapan telah dijalankan dan tingkat keberhasilan pelaksanaannya, memungkinkan seseorang untuk terus beradaptasi dan meningkatkan kualitas persiapan diri menjelang bulan Ramadhan. Ini merupakan langkah proaktif untuk menjaga konsistensi dalam beribadah dan berusaha mencapai tujuan spiritual yang telah ditetapkan.

Demikian artikel tentang Amalan-amalan di bulan Sya’ban

Keutamaan di Bulan Sya’ban

Keutamaan di Bulan Sya’ban

Bulan Sya’ban, yang memiliki akar kata dari bahasa Arab “syi’ab” yang berarti jalan di atas gunung, dijadikan Islam sebagai kesempatan untuk menjelajahi berbagai jalan menuju kebaikan. Meskipun terletak di antara bulan Rajab dan bulan Ramadhan, dua bulan mulia yang mengapitnya, Sya’ban sering kali terlupakan. Padahal seharusnya, bulan ini merupakan waktu yang bernilai, keutamaan di bulan Sya’ban sangat Banyak.

Dalam bulan Sya’ban, terdapat beragai keutamaan yang melibatkan peningkatan kualitas kehidupan umat Islam, baik pada tingkat individu maupun dalam lingkup kemasyarakatan. Letaknya yang dekat dengan bulan Ramadhan membuat bulan Sya’ban memiliki potensi untuk memperkuat keimanan. Umat Islam dapat memulai persiapan diri dengan penuh antusias menyambut kedatangan bulan penuh kemuliaan, Ramadhan.

Ketika menjelang bulan Ramadhan, bulan Sya’ban menjadi momen berharga bagi umat Islam untuk memperkukuh keimanan mereka. Sebuah periode yang disambut dengan sukacita dan penuh harapan akan anugerah dari Allah SWT, karena mereka mulai merasakan atmosfer kemuliaan yang akan datang bersamaan dengan Ramadhan.
Ilustrasi Keutamaan bulan sya'ban

Bulan Sya’ban, yang diapit oleh dua bulan mulia, seharusnya dianggap sebagai periode penting yang memerlukan perhatian dan refleksi. Dengan memanfaatkan keutamaan bulan ini, umat Islam diharapkan dapat meraih kebaikan, memperdalam keimanan, dan mempersiapkan diri secara optimal untuk menyongsong bulan suci Ramadhan dengan hati yang penuh suka cita.
Rasulullah SAW bersabda,

ذاكَ شهر تغفل الناس فِيه عنه ، بين رجب ورمضان ، وهو شهر ترفع فيه الأعمال إلى رب العالمين، وأحب أن يرفع عملي وأنا صائم
— حديث صحيح رواه أبو داود النسائي

”Bulan Sya’ban adalah bulan yang biasa dilupakan orang, karena letaknya antara bulan Rajab dengan bulan Ramadan. Bulan Sya’ban adalah bulan diangkatnya amal-amal. Karenanya, aku menginginkan pada saat diangkatnya amalku, aku dalam keadaan sedang berpuasa.” (HR Abu Dawud dan Nasa’i)

Imam Bukhari dan Muslim mencatat pengakuan Aisyah bahwa Rasulullah SAW lebih sering berpuasa sunnah pada bulan Sya’ban daripada bulan-bulan lainnya. Catatan ini menjadi dasar penghormatan khusus terhadap bulan Sya’ban, yang berada di antara bulan Rajab dan Ramadhan yang mulia.

Oleh karena itu, selama bulan ini, umat Islam disarankan untuk meningkatkan berdzikir, memohon ampunan, dan meminta pertolongan dari Allah SWT. Pada bulan ini, Allah melimpahkan berbagai bentuk kebaikan, termasuk syafaat (pertolongan), maghfirah (ampunan), dan itqun min adzabin naar (pembebasan dari siksaan api neraka).

Sebagai tanggapan, umat Islam berupaya untuk mengagungkan bulan Sya’ban dengan melakukan shodaqoh dan menjalin silaturrahim. Di Nusantara, umat Islam umumnya menyambut keunikan bulan Sya’ban dengan mempererat hubungan silaturrahim melalui pengiriman makanan kepada kerabat, keluarga, dan rekan kerja mereka. Dari sinilah muncul tradisi saling mengirim parcel di antara umat Islam.

Karena di kalangan umat Islam Nusantara, bulan Sya’ban disebut sebagai bulan Ruwah, maka tradisi saling kirim parcel makanan ini dikenal sebagai Ruwahan. Tradisi ini menjadi simbol persaudaraan dan mempererat ikatan silaturrahim di antara sesama Muslim. Dengan demikian, praktik budaya yang terkait dengan bulan Sya’ban mencerminkan pentingnya persatuan, kebaikan, dan penguatan hubungan sosial di dalam komunitas Muslim.