Ramadan Bulan Berbagi dan Peduli 1445 H
Program kebaikan dengan berbagi dan peduli untuk meraih kemuliaan dan kebahagiaan dunia akhirat. Alhamdulillah pada tahun lalu telah tersalurkan kebaikan di 15 Kecamatan, 11 Panti Asuhan di Banten yang terfokus di kabupaten Tangerang.
Di tahun ini (2024/1445 H) Program ini akan dirasakan manfaatnya oleh yatim, fakir, miskin, lansia, dan ibu hebat yang terfokus di Tangerang serta wilayah Banten sekitarnya serta Para Masyarakat Palestina.
Program Kebaikan Ramadan
Rekam Jejak Kebaikan Ramadhan
2021
10.091
Penerima Manfaat (2021)
8.627
Paket Penyaluran (2021)
26
Lokasi Penyaluran (2021)
2022
13.283
Penerima Manfaat (2022)
10.937
Paket Penyaluran (2022)
17
Lokasi Penyaluran (2022)
2023
16.442
Penerima Manfaat (2023)
14.854
Paket Penyaluran (2023)
17
Lokasi Penyaluran (2023)
Dokumentasi
Bangkit Bersama Ramadan 2021
QnA
Pertanyaan Bulan Ramadan
Sebenarnya Ketika seseorang bangun tidur kemudian sahur, sudah berniat puasa.
Letak niat di dalam hati, Muhammad Al Hishni berkata . “Puasa tidaklah sah kecuali dengan niat karena ada hadits yang mengharuskan hal ini. Letak niat adalah di dalam hati dan tidak disyaratkan dilafazhkan.” (Kifayatul Akhyar, hal. 248)
Muhammad Al Khotib berkata, “Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niat, namun niat letaknya di hati. Niat tidak cukup di lisan. Bahkan tidak disyaratkan melafazhkan niat. Sebagaimana telah ditegaskan dalam Ar Roudhoh.” (Al Iqna, 1 :404)
Itulah rujukan dari kitab Syafi’I mengenai masalah niat.
Imam madzhab yang empat berpendapat waktu sahur itu berakhir Ketika telah terbit fajar shadiq (thulu’ al-fajr al-shadiq). Dengan kata lain, waktu sahur berakhir hingga adzan Subuh.
Dalilnya firman Allah SWT yang artinya “Dan makan minumlah kamu hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (QS. Al Baqarah (2) : 187)
Ayat ini menunjukan bahwa makan minum (sahur) masih boleh hingga jelas/terang (tabayyun) bahwa fajar sudah datang.
Imam madzhab yang empat berpendapat waktu sahur itu berakhir Ketika telah terbit fajar shadiq (thulu’ al-fajr al-shadiq). Dengan kata lain, waktu sahur berakhir hingga adzan Subuh.
Dalilnya firman Allah SWT yang artinya “Dan makan minumlah kamu hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (QS. Al Baqarah (2) : 187)
Ayat ini menunjukan bahwa makan minum (sahur) masih boleh hingga jelas/terang (tabayyun) bahwa fajar sudah datang.
Jika takut terhadap janin yang dikandungnya atau terhadap bayi yang disusuinya kekurangan asupan air susu karena berpuasa, maka boleh tidak berpuasa dan hal ini tidak ada perselisihan diantara para ulama. Dalil yang menunjukan hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla meringankan setengah shalat untuk musafir dan meringankan puasa bagi musafir, Wanita hamil dan menyusui.”
Ketika Allah membahas rukhshah orang yang boleh untuk tidak berpuasa, didampingkan juga dengan QS. Al-Baqarah ayat 184:
“(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” Di akhir ayatnya, “Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”
Artinya berpuasa lebih baik jika masih sanggup. Apalagi, di Bulan Ramadhan adalah puasa wajib.
Namun jika sudah tidak sanggup atau ada udzur syar’i, diperbolehkan berpuasa dan mengganti puasa tersebut.
Hadits tentang tidurnya orang puasa adalah ibadah :
“Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah. Diamnya adalah tasbih. Do’anya adalah do’a yang mustajab. Pahala amalannya pun akan dilipatgandakan.”
Perowi hadits ini adalah ‘Abdullah bin Aufi. Hadits ini dibawakan oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman 3/1437.
Dalam hadits ini terdapat Ma’ruf bin Hasan dan dia adalah perowi yang dho’if (lemah). Juga dalam hadits ini terdapat Sulaiman bin ‘Amr yang lebih dho’if dari Ma’ruf bin Hasan.
Maka tidak bisa dijadikan hujjah/landasan.
Akan lebih baik ketika orang berpuasa, memperbanyak beramal Sholeh dan tidak bermalas-malasan.